Pengembangan Budidaya Cumi-cumi Dengan Atraktor
Indonesia terkenal dengan hasil lautnya dan merupakan salah satu produsen komoditas perikanan yang memasok produksinya ke berbagai mancanegara. Salah satu komoditas perikanan bernilai ekonomi tinggi yang juga merupakan produk ekspor andalan negara Indonesia adalah cumi-cumi. Cumi – cumi merupakan satu jenis hewan oseanis, yang sebarannya dari permukaan sampai dengan kedalaman 1000 m. Hidup bergerombol dan memiliki sifat phototaxis positif yaitu tertarik pada sumber cahaya lampu.
Jenis cumi-cumi umumnya mempunyai satu system reproduksi, dimana gonadnya terletak di bagian posterior badannya. Proses perkawinan mereka tidak terjadi secara langsung, tetapi dimulai dengan rayuan, dimana jenis jantan selalu mendekati betina dan kadang-kadang pula jantan berenang di bagian atasnya. Pembuahan mudah terjadi karena sel telur betina memiliki alat pelindung (nidi mantel gland) yang terletak pada bagian dinding mantel dekat kelenjar “ovical”. Dinding mantel tersebut terbuka bebas untuk menerima spermatophora yang sudah tersedia dan ini terjadi di bawah mulutnya. Dari hasil urain diatas dapat disimpulkan bahwa gambaran tentang aspek reproduksi dan penyebarannya adalah merupakan dasar dalam hubungannya dengan pendayagunaan sumberdaya biota tersebut di kawasan perairan pantai.
Banyak sekali yang dapat dimanfaatkan dari cumi-cumi, tulang rawan cumi–cumi yang berupa bagian dalam kulit dengan mudah didapatkan mengandung senyawa kimia berupa kitin dan kitosan, senyawa ini dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan penyerap logam–logam berat yang dihasilkan oleh limbah industri. Kitosan juga dapat diaplikasikan antara lain sebagai penghambat pertumbuhan bakteri, fungi termasuk yang pathogen, serta mengimobilisasi enzim dan mikroba.
Selain itu kitosan banyak digunakan untuk keperluan biomedis, karena sifat-sifat kitosan yang dapat dengan cepat menggumpalkan darah, bersifat hipoalergenik dan memiliki sifat anti bacteria alamiah. Teknologi pengembangan budidaya cumi-cumi yang terbaru adalah dengan atraktor, atraktor ini dipasang di habitat asli cumi-cumi. Atraktor ini sebenarnya merupakan alat sejenis rumpon dengan desain menyerupai bentuk seperti kelopak bunga. Berdiameter 120 cm dan tinggi 35 cm.Alat ini dipasang pada habitat cumi-cumi, di dalam atraktor ini ditempatkan serabut-serabut dari tali agar mirip tumbuhan laut, tempat cumi-cumi biasa meletakkan telurnya. Di bagian atas atraktor ditutup dengan plastik hitam agar kondisi di dalam rumpon ini gelap tak tersentuh cahaya matahari. Hal ini sengaja dilakukan sebab cumi-cumi memang tergolong hewan yang aktif di saat malam hari.
Sumber:
http://www.portal.bpppbanyuwangi.com/index.php/publikasi/artikel-kelautan-dan-perikanan/45-pengembangan-budidaya-cumi-cumi-dengan-atraktor
Jenis cumi-cumi umumnya mempunyai satu system reproduksi, dimana gonadnya terletak di bagian posterior badannya. Proses perkawinan mereka tidak terjadi secara langsung, tetapi dimulai dengan rayuan, dimana jenis jantan selalu mendekati betina dan kadang-kadang pula jantan berenang di bagian atasnya. Pembuahan mudah terjadi karena sel telur betina memiliki alat pelindung (nidi mantel gland) yang terletak pada bagian dinding mantel dekat kelenjar “ovical”. Dinding mantel tersebut terbuka bebas untuk menerima spermatophora yang sudah tersedia dan ini terjadi di bawah mulutnya. Dari hasil urain diatas dapat disimpulkan bahwa gambaran tentang aspek reproduksi dan penyebarannya adalah merupakan dasar dalam hubungannya dengan pendayagunaan sumberdaya biota tersebut di kawasan perairan pantai.
Banyak sekali yang dapat dimanfaatkan dari cumi-cumi, tulang rawan cumi–cumi yang berupa bagian dalam kulit dengan mudah didapatkan mengandung senyawa kimia berupa kitin dan kitosan, senyawa ini dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan penyerap logam–logam berat yang dihasilkan oleh limbah industri. Kitosan juga dapat diaplikasikan antara lain sebagai penghambat pertumbuhan bakteri, fungi termasuk yang pathogen, serta mengimobilisasi enzim dan mikroba.
Selain itu kitosan banyak digunakan untuk keperluan biomedis, karena sifat-sifat kitosan yang dapat dengan cepat menggumpalkan darah, bersifat hipoalergenik dan memiliki sifat anti bacteria alamiah. Teknologi pengembangan budidaya cumi-cumi yang terbaru adalah dengan atraktor, atraktor ini dipasang di habitat asli cumi-cumi. Atraktor ini sebenarnya merupakan alat sejenis rumpon dengan desain menyerupai bentuk seperti kelopak bunga. Berdiameter 120 cm dan tinggi 35 cm.Alat ini dipasang pada habitat cumi-cumi, di dalam atraktor ini ditempatkan serabut-serabut dari tali agar mirip tumbuhan laut, tempat cumi-cumi biasa meletakkan telurnya. Di bagian atas atraktor ditutup dengan plastik hitam agar kondisi di dalam rumpon ini gelap tak tersentuh cahaya matahari. Hal ini sengaja dilakukan sebab cumi-cumi memang tergolong hewan yang aktif di saat malam hari.
Sumber:
http://www.portal.bpppbanyuwangi.com/index.php/publikasi/artikel-kelautan-dan-perikanan/45-pengembangan-budidaya-cumi-cumi-dengan-atraktor
0 comments:
Post a Comment