Menanam Kentang di Udara Dengan Aeroponik
Jika sebelumnya ada sistem menanam dengan hidroponik kini para petani sayuran mulai diperkenalkan dengan sistem aeroponik. Dari asal kata aero yang artinya udara. Sistem ini menggunakan udara sebagai media utama. Didukung dengan semprotan (pengkabutan) air yang dicampur dengan nutrisi tanaman.
Deni Afrizal seorang petani penangkar benih dari Agritex Tasa Nusantara Cikole Lembang yang menerapkan sistem ini akhir tahun 2008 lalu. Walaupun menurut Deni sistem ini sudah sejak lama dilakukan negara-negara maju.
Untuk mengadopsi sistem ini Deni bekerjasama dengan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa). Sistem ini diterapkannya untuk tanaman kentang. Kenapa kentang? Karena dibandingkan komoditi sayuran lainnya permintaan pasar terhadap kentang cukup tinggi.
"Kalau mau menggunakan sistem aeroponik harus diterapkan pada tanaman unggul karena investasi aeroponik tidak sedikit," ujar Deni ditemui di stand Balitsa Agriexpo 2009 Graha Manggala Siliwangi, Kamis (28/5/2009).
Sistem aeroponik lebih menguntungkan. Dari sisi ekonomi aeroponik bisa menekan biaya produksi. Sebab jika menggunakan media tanah untuk proses sterilisasi tanah harus disteam selama 8-12 jam. Untuk proses tersebut membutuhkan bahan bakar minyak tanah yang tidak sedikit. "Harga minyak tanah kan mahal otomatis akan berpengaruh pada harga jual kentang," ucap Deni.
Selain efisiensi waktu, hasil dari sistem ini cukup menggembirakan. Jika sebelumnya hanya menghasilkan 3-5 umbi per pohon dengan aeroponik bisa menghasilkan 10 kali lipatnya. Hal itu terjadi karena sistem ini memungkinkan bibit tidak terserang penyakit ular tanah. Selain itu bibit yang digunakan kultur jaringannya didapatkan dari Balitsa yang sudah membebaskan kultur jaringan dari virus.
Menurut Mastur, Staff Balitsa, metode aeoroponik ini masih relative baru sehingga belum diperkenalkan secara menyeluruh pada para petani. Transfer teknologi dinilainya sering lambat karena seringkali terhambat oleh birokrasi.
Sumber:
http://news.detik.com/bandung/read/2009/05/29/094250/1139107/684/
Deni Afrizal seorang petani penangkar benih dari Agritex Tasa Nusantara Cikole Lembang yang menerapkan sistem ini akhir tahun 2008 lalu. Walaupun menurut Deni sistem ini sudah sejak lama dilakukan negara-negara maju.
Untuk mengadopsi sistem ini Deni bekerjasama dengan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa). Sistem ini diterapkannya untuk tanaman kentang. Kenapa kentang? Karena dibandingkan komoditi sayuran lainnya permintaan pasar terhadap kentang cukup tinggi.
"Kalau mau menggunakan sistem aeroponik harus diterapkan pada tanaman unggul karena investasi aeroponik tidak sedikit," ujar Deni ditemui di stand Balitsa Agriexpo 2009 Graha Manggala Siliwangi, Kamis (28/5/2009).
Sistem aeroponik lebih menguntungkan. Dari sisi ekonomi aeroponik bisa menekan biaya produksi. Sebab jika menggunakan media tanah untuk proses sterilisasi tanah harus disteam selama 8-12 jam. Untuk proses tersebut membutuhkan bahan bakar minyak tanah yang tidak sedikit. "Harga minyak tanah kan mahal otomatis akan berpengaruh pada harga jual kentang," ucap Deni.
Selain efisiensi waktu, hasil dari sistem ini cukup menggembirakan. Jika sebelumnya hanya menghasilkan 3-5 umbi per pohon dengan aeroponik bisa menghasilkan 10 kali lipatnya. Hal itu terjadi karena sistem ini memungkinkan bibit tidak terserang penyakit ular tanah. Selain itu bibit yang digunakan kultur jaringannya didapatkan dari Balitsa yang sudah membebaskan kultur jaringan dari virus.
Menurut Mastur, Staff Balitsa, metode aeoroponik ini masih relative baru sehingga belum diperkenalkan secara menyeluruh pada para petani. Transfer teknologi dinilainya sering lambat karena seringkali terhambat oleh birokrasi.
Sumber:
http://news.detik.com/bandung/read/2009/05/29/094250/1139107/684/
0 comments:
Post a Comment