Pemijahan Ikan Botia
Botia saat ini menjadi salah satu primadona ekspor ikan hias. Permintaan antara lain datang dari Singapura, Jepang, Eropa, dan Amerika. Pembudidaya atau nelayan di Sekayu, Musi Banyuasin bahkan telah berhasil membenihkan ikan hias bernilai ekonomi tinggi ini.
Pengembangbiakan ikan botia atau bajubang makin diminati oleh masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Pasalnya, pembenihan ikan bernama latin Chromobotia macracanthusini terbilang mudah. Pembudidaya atau nelayan di Sekayu, Musi Banyuasin bahkan telah berhasil membenihkan ikan hias bernilai ekonomi tinggi ini. Selain itu larva ikan botia juga bisa diperoleh dari Balai Penelitian Ikan Hias – Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Botia saat ini menjadi salah satu primadona ekspor ikan hias. Permintaan antara lain datang dari Singapura, Jepang, Eropa, dan Amerika. Nilai ekspor ikan hias Indonesia berdasarkan data United Nasional Commodity Trade Statisticspada 2009 sebesar 11,7 juta dolar AS atau 3,12% dari total nilai ekspor ikan hias di dunia yang mencapai 373,8 juta dolar AS. Kementerian Perdagangan menyebutkan volume ekspor ikan hias Indonesia pada periode 2007 – 2011 meningkat 11,56%.
Ikan botia ini merupakan ikan air tawar asli Indonesia yang berasal dari Sungai Barito, Kalimantan Selatan, Sungai Musi Sumatera Selatan dan Sungai Batanghari Jambi. Bentuknya seperti pesawat tempur, warna tubuh kuning cerah dengan tiga garis lebar atau hitam.
Di Indonesia, harga ukuran dua inci berkisar antara Rp 6.000 sampai Rp 10.000 per ekor. Sedangkan ukuran 5 cm mencapai 13 euro (Rp 183 ribu) per ekor di pasaran Eropa. Untuk pengembangbiakan, sekarang sudah bisa dilakukan secara buatan (induced breeding).
Pembenihan Botia
Teknik pembenihan ikan bajubang secara sederhana yang dilakukan oleh warga Sekayu di mulai dengan pematangan gonad induk ikan. Induk betina ikan botia minimal telah mencapai matang gonad pada ukuran 16 cm atau berat mencapai 100 gram dan induk jantan mencapai ukuran 14 cm atau berat mencapai 40 gram.
Pemeliharaan induk dilakukan pada wadah akuarium atau fiberglas dengan kepadatan 6 – 8 ekor /m2dan ketinggian air 40 cm. Kualitas air dalam media pemeliharaan induk botia antara lain dengan kisaran suhu 260– 30oC, pH 6,5 – 7,0 dan oksigen terlarut >5 ppm. Wadah ditutup atau dinaungi dengan bahan gelap dan di dalan wadah diberi tempat persembunyian berupa genting dan paralon.
Jenis pakan induk ikan botia berupa cacing sutra (Tubifex sp) dan pelet dengan kadar protein >35% diperkaya dengan vitamin E 500 mg/kg pakan. Frekuensi pemberian 2 kali sehari dengan jumlah pemberian dengan metode adlibitum (sekenyang-kenyangnya).
Kemudian, pemijahan induk botia dilaksanakan pada musim hujan dengan terlebih dahulu melakukan seleksi induk. Yaitu dengan cara visual (diraba) dan pengurutan (stripping) ataupun dengan cara kanulasi (katerisasi).
Untuk merangsang ovulasi atau spermiasi pada induk matang gonad dilakukan dengan cara stimulasi hormon gonadotropin menggunakan hormon ovaprin. Dosis penyuntikan 1,0 ml/kg berat induk betina dengan frekuensi penyuntikan 2 kali dan 0,6 ml/kg berat induk jantan, frekuensi penyuntikan 1 kali bersamaan penyuntikan pertama induk betina.
Proses pemijahan dilakukan secara buatan yakni setelah 11 – 18 jam setelah penyuntikan ke dua dengan teknik strippingperut ikan ke arah genital hingga telur dan sperma keluar, selanjutnya dilakukan fertilisasi. Tempat penetasan berupa corong dari fiberglass yang diberi aerasi kuat sehingga memungkinkan telur tetap melayang di air.
Telur akan menetas menjadi larva dalam jangka waktu 19 – 29 jam, larva bisa dipindahkan ke akuarium dan diberi pakan cacing sutra. Pakan pelet diberikan setelah larva umur 10 hari. Benih berukuran 2,5 cm dipanen dalam waktu sekitar 25 hari.Larva yang sudah menetas dipelihara dalam wadah akuarium atau fiberglass dan diberi pakan nauplii Artemiaukuran 0,1 – 0,15 mm. Larva yang sehat akan terlihat naik turun mengikuti aliran air. Kualitas air yang harus diperhatikan antara lain suhu antara 26 – 29 0C, Oksigen terlarut > 5 ppm, pH 6,0 – 7,0 dan CO2 sekitar 6,0ppm.
Sumber :
http://www.trobos.com/show_article.php?rid=22&aid=3937
Pengembangbiakan ikan botia atau bajubang makin diminati oleh masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Pasalnya, pembenihan ikan bernama latin Chromobotia macracanthusini terbilang mudah. Pembudidaya atau nelayan di Sekayu, Musi Banyuasin bahkan telah berhasil membenihkan ikan hias bernilai ekonomi tinggi ini. Selain itu larva ikan botia juga bisa diperoleh dari Balai Penelitian Ikan Hias – Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Botia saat ini menjadi salah satu primadona ekspor ikan hias. Permintaan antara lain datang dari Singapura, Jepang, Eropa, dan Amerika. Nilai ekspor ikan hias Indonesia berdasarkan data United Nasional Commodity Trade Statisticspada 2009 sebesar 11,7 juta dolar AS atau 3,12% dari total nilai ekspor ikan hias di dunia yang mencapai 373,8 juta dolar AS. Kementerian Perdagangan menyebutkan volume ekspor ikan hias Indonesia pada periode 2007 – 2011 meningkat 11,56%.
Ikan botia ini merupakan ikan air tawar asli Indonesia yang berasal dari Sungai Barito, Kalimantan Selatan, Sungai Musi Sumatera Selatan dan Sungai Batanghari Jambi. Bentuknya seperti pesawat tempur, warna tubuh kuning cerah dengan tiga garis lebar atau hitam.
Di Indonesia, harga ukuran dua inci berkisar antara Rp 6.000 sampai Rp 10.000 per ekor. Sedangkan ukuran 5 cm mencapai 13 euro (Rp 183 ribu) per ekor di pasaran Eropa. Untuk pengembangbiakan, sekarang sudah bisa dilakukan secara buatan (induced breeding).
Pembenihan Botia
Teknik pembenihan ikan bajubang secara sederhana yang dilakukan oleh warga Sekayu di mulai dengan pematangan gonad induk ikan. Induk betina ikan botia minimal telah mencapai matang gonad pada ukuran 16 cm atau berat mencapai 100 gram dan induk jantan mencapai ukuran 14 cm atau berat mencapai 40 gram.
Pemeliharaan induk dilakukan pada wadah akuarium atau fiberglas dengan kepadatan 6 – 8 ekor /m2dan ketinggian air 40 cm. Kualitas air dalam media pemeliharaan induk botia antara lain dengan kisaran suhu 260– 30oC, pH 6,5 – 7,0 dan oksigen terlarut >5 ppm. Wadah ditutup atau dinaungi dengan bahan gelap dan di dalan wadah diberi tempat persembunyian berupa genting dan paralon.
Jenis pakan induk ikan botia berupa cacing sutra (Tubifex sp) dan pelet dengan kadar protein >35% diperkaya dengan vitamin E 500 mg/kg pakan. Frekuensi pemberian 2 kali sehari dengan jumlah pemberian dengan metode adlibitum (sekenyang-kenyangnya).
Kemudian, pemijahan induk botia dilaksanakan pada musim hujan dengan terlebih dahulu melakukan seleksi induk. Yaitu dengan cara visual (diraba) dan pengurutan (stripping) ataupun dengan cara kanulasi (katerisasi).
Untuk merangsang ovulasi atau spermiasi pada induk matang gonad dilakukan dengan cara stimulasi hormon gonadotropin menggunakan hormon ovaprin. Dosis penyuntikan 1,0 ml/kg berat induk betina dengan frekuensi penyuntikan 2 kali dan 0,6 ml/kg berat induk jantan, frekuensi penyuntikan 1 kali bersamaan penyuntikan pertama induk betina.
Proses pemijahan dilakukan secara buatan yakni setelah 11 – 18 jam setelah penyuntikan ke dua dengan teknik strippingperut ikan ke arah genital hingga telur dan sperma keluar, selanjutnya dilakukan fertilisasi. Tempat penetasan berupa corong dari fiberglass yang diberi aerasi kuat sehingga memungkinkan telur tetap melayang di air.
Telur akan menetas menjadi larva dalam jangka waktu 19 – 29 jam, larva bisa dipindahkan ke akuarium dan diberi pakan cacing sutra. Pakan pelet diberikan setelah larva umur 10 hari. Benih berukuran 2,5 cm dipanen dalam waktu sekitar 25 hari.Larva yang sudah menetas dipelihara dalam wadah akuarium atau fiberglass dan diberi pakan nauplii Artemiaukuran 0,1 – 0,15 mm. Larva yang sehat akan terlihat naik turun mengikuti aliran air. Kualitas air yang harus diperhatikan antara lain suhu antara 26 – 29 0C, Oksigen terlarut > 5 ppm, pH 6,0 – 7,0 dan CO2 sekitar 6,0ppm.
Sumber :
http://www.trobos.com/show_article.php?rid=22&aid=3937
0 comments:
Post a Comment