Budidaya Ulat Sutera
Budidaya ulat sutera merupakan salah satu usaha yang dapat ditekuni. Bila dilakukan dengan tata cara yang benar, usaha ini menjanjikan keuntungan.
Selain menghasilkan benang sutera, usaha ini juga dapat diteruskan hingga ke bagian hilirnya, yaitu tenun sutera, sehingga menghasilkan berbagai jenis kain sutera yang halus dan indah.
Salah satu lokasi budidaya ulat sutera dan penenunan kain sutera terdapat di Ciapus, Bogor, Jawa Barat. Pemiliknya Tatang Gozali Gandasasmita.
Rumah Sutera Alam dapat dicapai dari Kota Bogor dengan mengambil arah ke Bogor Barat, ke Kawasan Empang. Kemudian dilanjutkan ke kawasan Ciapus.
Di areal seluas 2 hektar inilah, Pak Tatang Gozali mengembangkan budidaya ulat sutera mulai dari pemeliharaan pohon murbey. Daun murbey digunakan untuk makanan ulat sutera.
Pohon murbey dapat tumbuh subur di berbagai ketinggian tanah, asalkan tanahnya cukup subur dan mendapatkan penyinaran matahari yang cukup.
Bibitnya diperoleh dengan cara distek. Terdapat beberapa jenis pohon murbey, seperti catayana, multi coulis, canva, nigra dan lembang. Daun murbey dapat dijadikan pakan ulat sutera setelah berusia 3 bulan.
Proses budidaya ulat sutera dimulai dari rumah ulat kecil. Ruangan ini harus steril, karena itu saat masuk kedalamnya pengunjung harus mencuci tangan. Di ruangan ini terdapat alat inkubasi telur ulat dan pembiakan ulat kecil. Dari telur hingga berkembang menjadi ulat yang menghasilkan kepompong memerlukan waktu sekitar 15 hari.
Setelah cukup besar, ulat dipindah ke ruangan lain untuk menghasilkan kepompong. Dalam waktu 28 hari ulat sutera akan berubah menjadi kepompong atau kokon.
Kepompong inilah yang nantinya akan ditenun menjadi benang sutera. Kualitas kokon yang dihasilkan sangat ditentukan kesehatan ulat dan kualitas pakannya. Ada beberapa hama yang harus dihindari, yaitu kadal, cicak, tikus dan semut.
Sebelum diolah, kokon direbus dalam air panas dengan suhu 85 derajat celcius selama dua puluh menit. Kemudian ditiriskan dan disikat. Kini kokon siap dipintal menjadi benang sutera.
Pemintalan dilakukan dengan alat pintal tradisional. serat sutera ditarik hingga menjadi benang. Sebanyak 10 kilogram kokon akan menghasilkan sekitar satu kilogram benang sutera.
Benang sutera kemudian ditenun menjadi kain dengan menggunakan alat tenun bukan mesin. Proses penenunan dilakukan dengan peralatan sederhana dengan cara manual. Penenunnya tenaga kerja yang sudah sangat terampil, sangat sehingga menghasilkan kain sutera yang berkualitas.
Kain sutera yang telah ditenun kemudian diletakkan di ruangan penyimpanan. Berbagai motif kain sutera dihasilkan sesuai permintaan pasar. Sangat mudah untuk membedakan antara kain sutera asli ini dengan yang sintetis.
Kain sutera ini dipasarkan ke Jawa Barat dan Jakarta, serta berbagai kota-kota lain di Indonesia. Permintaan yang besar membuat pak tatang kewalahan memenuhi seluruh pesanan. (Helmi Azahari/Ijs)
Sumber : http://masjamal.blogdetik.com
0 comments:
Post a Comment